
Jum'at dan Sabtu Besok Jadwal Puasa Tasu'a dan 'Asyura!
Oleh: Badrul Tamam
Alhamdulillah, segala puji bagi Allah
yang menjadikan beberapa musim sebagai ladang memanen pahala, salah
satunya pada syahrullah al-Muharram. Shalawat dan salam semoga terlimpah
kepada Rasulullah yang telah melaksanakan puasa ‘Asyura dan berniat
melaksanakan puasa Tasu’a, beserta keluarga dan para sahabatnya.
Bulan Muharram merupakan salah satu dari
empat bulan haram yang telah Allah muliakan. Secara khusus Allah
melarangan berbuat zalim pada bulan ini untuk menunjukkan kehormatannya.
Allah Ta’ala berfirman,
فَلا تَظْلِمُوا فِيهِنَّ أَنْفُسَكُمْ
“Maka janganlah kamu menganiaya diri kamu dalam bulan yang empat itu.” (QS. Al-Taubah: 36)
Ini menunjukkan, mengerjakan perbuatan
zalim/maksiat pada bulan ini dosanya lebih besar daripada dikerjakan
pada bulan-bulan selainnya. Sebaliknya, amal kebaikan yang dikerjakan di
dalamnya juga dilebihkan pahalanya. Salah satu amal shalih yang
dianjurkan oleh Nabi shallallaahu 'alaihi wasallam untuk dikerjakan pada bulan ini ibadah shiyam. Beliau menganjurkan untuk memperbanyak puasa di dalamnya.
Dari Abu Hurairah Radhiyallahu 'Anhu berkata, Rasulullah Shallallaahu 'Alaihi Wasallam bersabda,
أَفْضَلُ الصِّيَامِ بَعْدَ رَمَضَانَ شَهْرُ اللَّهِ الْمُحَرَّمُ وَأَفْضَلُ الصَّلَاةِ بَعْدَ الْفَرِيضَةِ صَلَاةُ اللَّيْلِ
"Puasa yang paling utama sesudah
puasa Ramadlan adalah puasa pada Syahrullah (bulan Allah) Muharram.
Sedangkan shalat malam merupakan shalat yang paling utama sesudah shalat
fardlu." (HR. Muslim, no. 1982)
Menurut Imam Al-Qaari berkata, bahwa
secara zahir, maksudnya adalah seluruh hari-hari pada bulan muharram
ini. Tetapi telah disebutkan dalam hadits shahih bahwa Nabi Shallallaahu 'Alaihi Wasallam
tidak pernah sama sekali berpuasa sebulan penuh kecuali di Ramadhan.
Maka hadits ini dipahami, dianjurkan untuk memperbanyak puasa pada bulan
Muharram bukan seluruhnya.
Puasa Tasu’a dan ‘Asyura
Pada umumnya dianjurkan untuk
memperbanyak puasa pada bulan Muharram ini. Hanya saja perhatian khusus
Syariat tertuju pada satu hari, yaitu hari ‘Asyura. Berpuasa pada hari
tersebut bisa menghapuskan dosa setahun yang lalu.
Rasulullah Shallallaahu 'Alaihi Wasallam bersabda,
وَصِيَامُ يَوْمِ عَاشُورَاءَ أَحْتَسِبُ عَلَى اللَّهِ أَنْ يُكَفِّرَ السَّنَةَ الَّتِي قَبْلَهُ
"Puasa hari 'Asyura, sungguh aku berharap kepada Allah agar menghapuskan dosa setahun yang telah lalu." (HR. Muslim no. 1975)
Kapankah Hari ‘Asyura Itu?
Hari ‘Asyura adalah hari kesepuluh dari
bulan Muharram. Demikianlah pendapat jumhur ulama dan yang nampak dari
zahir hadits berdasarkan kemutlakan lafaznya dan yang sudah ma’ruf
menurut ahli bahasa. (Disarikan dari al-Majmu’ oleh Imam al-Nawawi)
Ibnu Qudamah berkata, ‘Asyura adalah
hari kesepuluh dari bulan Muharram. Ini merupakan pendapat Sa’id bin
Musayyib dan al-Hasan al-Bashri yang sesuai dengan riwayat dari Ibnu
‘Abbas, “Rasullah Shallallaahu 'Alaihi Wasallam memerintahkan
berpuasa pada hari ‘Asyura, hari kesepuluh dari bulan Muharram.” (HR.
Al-Tirmidzi, beliau menyatakan hadits tersebut hasan shahih)
Diriwayatkan dalam Shahihain, dari Ibnu ‘Abbas, Ibnu Umar, dan Asiyah bahwa Nabi Shallallaahu 'Alaihi Wasallam telah berpuasa ‘Asyura dan memerintahkan untuk berpuasa padanya.
Ibnu Abbas Radhiyallahu 'Anhuma pernah menceritakan tentang puasa Nabi Shallallaahu 'Alaihi Wasallam,
مَا
رَأَيْتُ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَتَحَرَّى صِيَامَ
يَوْمٍ فَضَّلَهُ عَلَى غَيْرِهِ إِلَّا هَذَا الْيَوْمَ يَوْمَ
عَاشُورَاءَ وَهَذَا الشَّهْرَ يَعْنِي شَهْرَ رَمَضَانَ
“Aku tidak penah melihat Nabi
Shallallaahu 'Alaihi Wasallam bersemangat puasa pada suatu hari yang
lebih beliau utamakan atas selainnya kecuali pada hari ini, yaitu hari
‘Asyura dan pada satu bulan ini, yakni bulan Ramadhan.” (HR. Al-Bukhari dan Muslim)
Jangan Puasa ‘Asyura Saja, Tapi Sertakan Satu Hari Sebelumnya
Disunnahkan untuk menambah puasa Asyura
dengan puasa pada hari sebelumnya, yaitu tanggal Sembilan Muharram yang
dikenal dengan hari Tasu’a. Tujuannya, untuk menyelisihi kebiasaan
puasanya Yahudi dan Nashrani.
Diriwayatkan dari Ibnu Abbas Radhiyallahu 'Anhuma, beliau berkata, “Ketika Rasulullah Shallallaahu 'Alaihi Wasallam
berpuasa pada hari ‘Asyura dan memerintahkan para sahabat untuk
berpuasa padanya, mereka menyampaikan, ‘Wahai Rasulullah, sesungguhnya
hari itu adalah hari yang diagungkan oleh orang Yahudi dan Nashrani.’
Lalu beliau Shallallaahu 'Alaihi Wasallam bersabda, ‘Kalau begitu, pada tahun depan insya Allah kita berpuasa pada hari kesembilan’. Dan belum tiba tahun yang akan datang, namun Nabi shallallaahu 'alaihi wasallam sudah wafat.” (HR. Muslim, no. 1916)
Berkata Imam al-Syafi’i dan para
sahabatnya, Ahmad, Ishaq dan selainnya, “Disunnahkan berpuasa pada hari
kesembilan dan kesepuluh secara keseluruhan, karena Nabi Shallallaahu 'Alaihi Wasallam telah berpuasa pada hari ke sepuluh dan berniat puasa pada hari kesembilan.”
Apa Hikmah Berpuasa Hari Tasu’a?
Imam al-Nawawi rahimahullaah menyebutkan tentang tiga hikmah dianjurkannya shiyam hari Tasu’a: Pertama, maksud disyariatkan puasa Tasu’a untuk menyelesihi orang Yahudi yang berpuasa hanya pada hari ke sepuluh saja.
Kedua,
maksudnya adalah untuk menyambung puasa hari ‘Asyura dengan puasa di
hari lainnya, sebagaimana dilarang berpuasa pada hari Jum’at saja.
Pendapat ini disebutkan oleh al-Khathabi dan ulama-ulama lainnya.
Ketiga, untuk
kehati-hatian dalam pelaksanaan puasa ‘Asyura, dikhawatirkan hilal
berkurang sehingga terjadi kesalahan dalam menetapkan hitungan, hari ke
Sembilan dalam penanggalan sebenarnya sudah hari kesepuluh.
Dan alasan yang paling kuat
disunnahkannya puasa hari Tasu’a adalah alasan pertama, yaitu untuk
menyelisihi ahli kitab. Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah Rahimahullaah dalam al Fatawa al-Kubra berkata, “Rasulullah Shallallaahu 'Alaihi Wasallam melarang bertasyabbuh dengan ahli kitab dalam banyak hadits. Seperti sabda beliau tentang puasa ‘Asyura,
لَئِنْ عِشْتُ إلَى قَابِلٍ لاَصُومَنَّ التَّاسِعَ
“Jika saya masih hidup di tahun depan, pasti akan berpuasa pada hari kesembilan.” (HR. Muslim)
Ibnu Hajar rahimahullaah dalam
catatan beliau terhadap hadits, “Jika saya masih hidup di tahun depan,
pasti akan berpuasa pada hari kesembilan”, Keinginan beliau untuk
berpuasa pada hari kesembilan dibawa maknanya agar tidak membatasi pada
hari itu saja. Tapi menggabungkannya dengan hari ke sepuluh, baik
sebagai bentuk kehati-hatian ataupun untuk menyelisihi orang Yahudi dan
Nashrani. Dan ini merupakan pendapat yang terkuat dan yang disebutkan
oleh sebagian riwayat Muslim.”
Bolehkah Berpuasa Pada Hari ‘Asyura Saja?
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullaah dalam al-Fatawa al-Kubra
Juz ke IV berkata, “Puasa hari ‘Asyura menjadi kafarah (penghapus) dosa
selama satu tahun dan tidak dimakruhkan berpuasa pada hari itu saja.”
Sedangkan Ibnu Hajar al-Haitami dalam Tuhfah al-Muhtaj menyimpulkan
bahwa tidak apa-apa berpuasa pada hari itu saja.
. . . Jadual Puasa Tasu’a dan ‘Asyura 1434 Hijriyah: hari Jum'at dan Sabtu besok yang bertepatan dengan tanggal 23 dan 24 Desember 2012 M. . . .
Kapan Hari Tasu’a dan ‘Asyura Pada Tahun Ini?
Hari Tasu’a dan ‘Asyura pada tahun ini,
1434 Hijriyah, sebagaimana yang tertera dalam kalender yang beredar di
masyarakat Indonsia -Insya Allah-, jatuh pada hari Jum'at dan Sabtu
besok yang bertepatan dengan tanggal 23 dan 24 November 2012 M.
Maka kami mengajak saudara-saudara seiman untuk berpuasa pada dua hari tersebut untuk menghidupkan sunnah Nabi Shallallaahu 'Alaihi Wasallam
ini. Semoga kita mendapatkan janji yang disebutkan dalam hadits nabawi,
yaitu diampuni dosa-dosa selama setahun yang lalu. Semoga Allah
memberikan kemudahan dan kekuatan kepada kita untuk melaksanakannya.
[PurWD/voa-islam.com]
dari: (www.voa-islam.com)
Trimakasih buat voa-islam
BalasHapus